tabel qodho dan fidyah

c Wajib mengqodho' dan membayar fidyah jika dia khawatir akan keselamatan bayinya dan tidak khawatir akan dirinya sendiri. 8. Wanita Haid Wanita haid hanya wajib mengqodho dan tidak wajib membayar fidyah. 9. Wanita Nifas Wanita Nifas hanya wajib mengqodho dan tidak wajib membayar fidyah *Dikutip dari : Buku "Fiqih Praktis Puasa" Berikuttabel lebih jelasnya siapa saja orang yang wajib mengqodho / membayar fidyah ketika meninggalkan puasa Ramadhan dari 9 orang yang boleh meninggalkan puasa. Sehingga dapat dibayarkan di bulan - bulan sebelum masuki bulan Ramadhan tahun yang akan datang. *1. Anak kecil* Berikutkami berikan tabel qodho dan fidyah untuk yang meninggalkan puasa Ramadhan. Konsultasi lebih lanjut bisa menghubungi WA: Transfer Fidyah melalui: Berikutkami berikan tabel qodho dan fidyah untuk yang meninggalkan puasa ramadhan: *)Silahkan Save / Download Tabel tersebut jika dibutuhkan. A. Cara Qodho dan Fidyah. 1. Anak Kecil. Anak kecil belum bisa membedakan mana baik dan buruk, mana najis mana suci. Sehingga dia tidak wajib qodho' dan fidyah atas puasa yang ia tinggalkan. tabelqodo' dan fidyah niatnya jangan sampai salah ya bun 😉 Site De Rencontre Pour Hommes D Affaires. - Puasa di bulan Ramadhan hukumnya wajib bagi setiap orang Islam yang mukallaf serta memenuhi syarat untuk menjalankannya. Namun, ada beberapa golongan yang dibebaskan dari kewajiban ini karena beberapa sebab, seperti ibu hamil atau menyusui, lansia renta, orang sakit, dan gantinya, orang yang tidak berpuasa karena sejumlah sebab tertentu itu diharuskan untuk mengganti atau qada puasa di luar Ramadan. Selain dengan qada, puasa pada bulan Ramadan pun bisa diganti dengan fidyah. Dalil mengenai keharusan qada dan membayar fidyah sebagai ganti puasa Ramadhan ini tertuang dalam Al-Quran surah Al-Baqarah ayat 184 "Barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan [lalu tidak berpuasa], maka [wajib mengganti] sebanyak hari [yang ditinggalkan] pada hari-hari yang lain [di luar Ramadan]. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin," QS. Al-Baqarah [2] 184. Mengutip laman NU Online, terdapat beberapa ketentuan khusus mengenai qada dan pembayaran fidyah sebagai ganti puasa Ramadhan, dalam fiqih. Ketentuan tersebut mengatur mengenai Orang-orang yang wajib qadha saja Orang-orang yang wajib membayar fidyah saja Orang-orang yang wajib qada dan fidyah Orang-orang yang tidak wajib qada dan fidyah sekaligus. Berikut penjelasan mengenai golongan-golongan tersebut. 1. Golongan yang wajib qada puasa sajaOrang-orang yang hanya wajib melakukan qada puasa Ramadan adalah orang yang meninggalkan puasa karena halangan sementara. Misalnya Orang sakit dengan harapan sembuh, musafir atau orang yang bepergian dalam jarak 80 km, orang yang batal puasanya, orang yang lupa berniat di malam hari Ramadan, dan perempuan yang mengalami menstruasi pada bulan Ramadhan. Golongan ini hanya wajib melakukan qada puasa di luar bulan Ramadan, serta tidak dibebankan pembayaran fidyah. 2. Golongan yang Hanya Wajib FidyahOrang yang wajib membayar fidyah tanpa keharusan mengqada puasanya adalah orang yang tidak mampu menjalankan ibadah ini secara permanen. Golongan tersebut seperti orang sakit yang tidak ada harapan sembuh dan orang lansia renta yang lemah fisiknya. 3. Golongan yang wajib qada puasa dan membayar fidyahBerdasarkan pendapat para ulama mazhab Syafi'i, ada golongan tertentu yang jika meninggalkan puasa, harus menggantinya dengan qada puasa dan membayar fidyah sekaligus. Ada dua kategori dalam golongan orang yang membatalkan puasa karena keselamatan orang lain. Misalnya, ibu hamil atau menyusui yang khawatir pada keselamatan janin atau bayinya, sehingga membatalkan puasanya, kendati sebenarnya ia mampu menahan haus dan lapar seharian penuh. Kedua, orang yang lalai mengqada puasa Ramadan tahun sebelumnya. Utang puasanya tidak ia bayarkan sampai datang Ramadan tahun berikutnya. Kedua golongan ini, tidak hanya wajib melakukan qada puasa di luar bulan Ramadan, tetapi juga membayar fidyah. 4. Golongan yang tidak wajib qada puasa maupun membayar fidyahTerakhir, golongan yang bisa meninggalkan puasa, tapi tidak wajib mengqada maupun membayar fidyah. Golongan tersebut adalah orang gila, anak kecil yang belum balig, dan orang non-muslim. - Sosial Budaya Kontributor Abdul HadiPenulis Abdul HadiEditor Addi M Idhom Fidyah secara bahasa adalah tebusan. Menurut istilah syariat adalah denda yang wajib ditunaikan karena meninggalkan kewajiban atau melakukan larangan. Syekh Ahmad bin Muhammad Abu al-Hasan al-Mahamili mengklasifikasi fidyah menjadi tiga bagian. Pertama, fidyah senilai satu mud. Kedua, fidyah senilai dua mud. Ketiga, fidyah dengan menyembelih dam binatang Syekh Ahmad bin Muhammad Abu al-Hasan al-Mahamili, al-Lubab, hal. 186. Dalam tulisan ini penulis akan fokus kepada fidyah yang berkaitan dengan ibadah puasa Ramadhan. Merujuk keterangan al-Mahamili di atas, fidyah dalam pembahasan ini masuk kategori pertama, yaitu fidyah senilai satu mud. Kajian mengenai panduan membayar fidyah puasa setidaknya dapat dipetakan dalam beberapa subpembahasan sebagai berikut Kategori Orang yang Wajib Membayar Fidyah 1. Orang tua renta Kakek atau nenek tua renta yang tidak sanggup lagi menjalankan puasa, tidak terkena tuntutan berpuasa. Kewajibannya diganti dengan membayar fidyah satu mud makanan untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan. Batasan tidak mampu di sini adalah sekiranya dengan dipaksakan berpuasa menimbulkan kepayahan masyaqqah yang memperbolehkan tayamum. Orang dalam jenis kategori ini juga tidak terkena tuntutan mengganti qadha puasa yang ditinggalkan Syekh Zakariyya al-Anshari, Asna al-Mathalib, juz 1, hal. 428. 2. Orang sakit parah Orang sakit parah yang tidak ada harapan sembuh dan ia tidak sanggup berpuasa, tidak terkena tuntutan kewajiban puasa Ramadhan. Sebagai gantinya, ia wajib membayar fidyah. Seperti orang tua renta, batasan tidak mampu berpuasa bagi orang sakit parah adalah sekiranya mengalami kepayahan apabila ia berpuasa, sesuai standar masyaqqah dalam bab tayamum. Orang dalam kategori ini hanya wajib membayar fidyah, tidak ada kewajiban puasa, baik ada’ dalam bulan Ramadhan maupun qadha’ di luar Ramadhan. Berbeda dengan orang sakit yang masih diharapkan sembuh, ia tidak terkena kewajiban fidyah. Ia diperbolehkan tidak berpuasa apabila mengalami kepayahan dengan berpuasa, namun berkewajiban mengganti puasanya di kemudian hari Syekh Sulaiman al-Bujairimi, Tuhfah al-Habib, juz 2, hal. 397. 3. Wanita hamil atau menyusui Ibu hamil atau wanita yang tengah menyusui, diperbolehkan meninggalkan puasa bila ia mengalami kepayahan dengan berpuasa atau mengkhawatirkan keselamatan anak/janin yang dikandungnya. Di kemudian hari, ia wajib mengganti puasa yang ditinggalkan, baik karena khawatir keselamatan dirinya atau anaknya. Mengenai kewajiban fidyah diperinci sebagai berikut Jika ia khawatir keselamatan dirinya atau dirinya beserta anak /janinya, maka tidak ada kewajiban fidyah. Jika hanya khawatir keselamatan anak/janinnya, maka wajib membayar fidyah. lihat Syekh Ibnu Qasim al-Ghuzzi, Fath al-Qarib Hamisy Qut al-Habib al-Gharib, hal. 223. 4. Orang mati Dalam fiqih Syafi’i, orang mati yang meninggalkan utang puasa dibagi menjadi dua Pertama, orang yang tidak wajib difidyahi. Yaitu orang yang meninggalkan puasa karena uzur dan ia tidak memiliki kesempatan untuk mengqadha, semisal sakitnya berlanjut sampai mati. Tidak ada kewajiban apa pun bagi ahli waris perihal puasa yang ditinggalkan mayit, baik berupa fidyah atau puasa. Kedua, orang yang wajib difidyahi. Yaitu orang yang meninggalkan puasa tanpa uzur atau karena uzur namun ia menemukan waktu yang memungkinkan untuk mengqadha puasa. Menurut qaul jadid pendapat baru Imam Syafi’i, wajib bagi ahli waris/wali mengeluarkan fidyah untuk mayit sebesar satu mud makanan pokok untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan. Biaya pembayaran fidyah diambilkan dari harta peninggalan mayit. Menurut pendapat ini, puasa tidak boleh dilakukan dalam rangka memenuhi tanggungan mayit. Sedangkan menurut qaul qadim pendapat lama Imam Syafi’i, wali/ahli waris boleh memilih di antara dua opsi, membayar fidyah atau berpuasa untuk mayit. Qaul qadim dalam permasalahan ini lebih unggul daripada qaul jadid, bahkan lebih sering difatwakan ulama, sebab didukung oleh banyak ulama ahli tarjih. Ketentuan di atas berlaku apabila tirkah harta peninggalan mayit mencukupi untuk membayar fidyah puasa mayit, bila tirkah tidak memenuhi atau mayit tidak meninggalkan harta sama sekali, maka tidak ada kewajiban apa pun bagi wali/ahli waris, baik berpuasa untuk mayit atau membayar fidyah, namun hukumnya sunah Syekh Nawawi al-Bantani, Qut al-Habib al-Gharib, hal. 221-222. 5. Orang yang mengakhirkan qadha Ramadhan Orang yang menunda-nunda qadha puasa Ramadhan—padahal ia memungkinkan untuk segera mengqadha—sampai datang Ramadhan berikutnya, maka ia berdosa dan wajib membayar fidyah satu mud makanan pokok untuk per hari puasa yang ditinggalkan. Fidyah ini diwajibkan sebagai ganjaran atas keterlambatan mengqadha puasa Ramadhan. Berbeda dengan orang yang tidak memungkinkan mengqadha, semisal uzur sakit atau perjalanannya safar berlanjut hingga memasuki Ramadhan berikutnya, maka tidak ada kewajiban fidyah baginya, ia hanya diwajibkan mengqadha puasa. Menurut pendapat al-Ashah, fidyah kategori ini menjadi berlipat ganda dengan berlalunya putaran tahun. Semisal orang punya tanggungan qadha puasa sehari di tahun 2018, ia tidak kunjung mengqadha sampai masuk Ramadhan tahun 2020, maka dengan berlalunya dua tahun dua kali putaran Ramadhan, kewajiban fidyah berlipat ganda menjadi dua mud. Syekh Jalaluddin al-Mahalli menjelaskan ومن أخر قضاء رمضان مع إمكانه بأن كان مقيما صحيحا. حتى دخل رمضان آخر لزمه مع القضاء لكل يوم مد وأثم كما ذكره في شرح المهذب وذكر فيه أنه يلزم المد بمجرد دخول رمضان، أما من لم يمكنه القضاء، بأن استمر مسافرا أو مريضا حتى دخل رمضان فلا شيء عليه بالتأخير، لأن تأخير الأداء بهذا العذر جائز فتأخير القضاء أولى بالجواز. “Orang yang mengakhirkan qadha Ramadhan padahal imkan ada kesempatan, sekira ia mukim dan sehat, hingga masuk Ramadhan yang lain, maka selain qadha ia wajib membayar satu mud makanan setiap hari puasa yang ditinggalkan, dan orang tersebut berdosa seperti yang disebutkan al-Imam al-Nawawi dalam Syarh al-Muhadzab. Di dalam kitab tersebut, beliau juga menyebut bahwa satu mud makanan diwajibkan dengan masuknya bulan Ramadhan. Adapun orang yang tidak imkan mengqadha, semisal ia senantiasa bepergian atau sakit hingga masuk Ramadhan berikutnya, maka tidak ada kewajiban fidyah baginya dengan keterlambatan mengqadha. Sebab mengakhirkan puasa ada’ disebabkan uzur baginya adalah boleh, maka mengakhirkan qadha tentu lebih boleh”. والأصح تكرره أي المد. بتكرر السنين والثاني لا يتكرر أي يكفي المد عن كل السنين. “Menurut pendapat al-ashah, satu mud menjadi berlipat ganda dengan berlipatnya beberapa tahun. Menurut pendapat kedua, tidak menjadi berlipat ganda, maksudnya cukup membayar satu mud dari beberapa tahun yang terlewat”. Syekh Jalaluddin al-Mahalli, Kanz al-Raghibin, juz 2, hal. 87. Kadar dan Jenis Fidyah Kadar dan jenis fidyah yang ditunaikan adalah satu mud makanan pokok untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan. Makanan pokok bagi mayoritas masyarakat Indonesia adalah beras. Ukuran mud bila dikonversikan ke dalam hitungan gram adalah 675 gram atau 6,75 ons. Hal ini berpijak pada hitungan yang masyhur, di antaranya disebutkan oleh Syekh Wahbah al-Zuhaili dalam kitab al-Fiqih al-Islami wa Adillatuhu. Sementara menurut hitungan Syekh Ali Jumah dalam kitab al-Makayil wa al-Mawazin al-Syar’iyyah, satu mud adalah 510 gram atau 5,10 ons. Alokasi Fidyah Fidyah wajib diberikan kepada fakir atau miskin, tidak diperbolehkan untuk golongan mustahiq zakat yang lain, terlebih kepada orang kaya. Alokasi fidyah berbeda dengan zakat, karena nash Al-Qur’an dalam konteks fidyah hanya menyebut miskin “fa fidyatun thaâmu miskin” QS al-Baqarah ayat 184. Sedangkan fakir dianalogikan dengan miskin dengan pola qiyas aulawi qiyas yang lebih utama, sebab kondisi fakir lebih parah daripada miskin Syekh Khothib al-Syarbini, Mughni al-Muhtaj, juz 2, hal. 176. Per satu mud untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan merupakan ibadah yang terpisah/independen, oleh karenanya diperbolehkan mengalokasikan beberapa mud untuk beberapa puasa yang ditinggalkan kepada satu orang fakir/miskin. Semisal fidyah puasa orang mati 10 hari, maka 10 mud semuanya boleh diberikan kepada satu orang miskin. Berbeda halnya dengan satu mud untuk jatah pembayaran fidyah sehari, tidak diperbolehkan diberikan kepada dua orang atau lebih. Semisal fidyah puasa wanita menyusui 1 hari, maka satu mud fidyah tidak boleh dibagi dua untuk diberikan kepada dua orang fakir. Begitu juga, fidyah puasa ibu hamil 2 hari tidak cukup diberikan kepada 4 orang miskin. Syekh Khathib al-Syarbini menjelaskan وله صرف أمداد من الفدية إلى شخص واحد لأن كل يوم عبادة مستقلة، فالأمداد بمنزلة الكفارات، بخلاف المد الواحد فإنه لا يجوز صرفه إلى شخصين؛ لأن كل مد فدية تامة، وقد أوجب الله تعالى صرف الفدية إلى الواحد فلا ينقص عنها “Boleh mengalokasikan beberapa mud dari fidyah kepada satu orang, sebab masing-masing hari adalah ibadah yang menyendiri, maka beberapa mud diposisikan seperti beberapa kafarat, berbeda dengan satu mud untuk sehari, maka tidak boleh diberikan kepada dua orang, sebab setiap mud adalah fidyah yang sempurna. Allah telah mewajibkan alokasi fidyah kepada satu orang, sehingga tidak boleh kurang dari jumlah tersebut”. Syekh Khothib al-Syarbini, Mughni al-Muhtaj, juz 2, hal. 176. Tata Cara Niat Fidyah Fidyah adalah ibadah yang berkaitan dengan harta, sehingga disyaratkan niat dalam pelaksanaannya seperti zakat dan kafarat. Disebutkan dalam himpunan fatwa Imam Muhammad al-Ramli سئل هل يلزم الشيخ الهرم إذا عجز عن الصوم وأخرج الفدية النية أم لا “Imam al-Ramli ditanya, apakah orang tua renta yang lemah berpuasa dan mengeluarkan fidyah wajib niat atau tidak? فأجاب بأنه تلزمه النية لأن الفدية عبادة مالية كالزكاة والكفارة فينوي بها الفدية لفطره “Imam al-Ramli menjawab bahwa ia wajib niat fidyah, sebab fidyah adalah ibadah harta seperti zakat dan kafarat, maka niatkanlah mengeluarkan fidyah karena tidak berpuasa Ramadhan” Syekh Muhammad al-Ramli, Fatawa al-Ramli, juz 2, hal. 74. Berikut contoh tata cara niat dalam penunaian fidyah ● Contoh niat fidyah puasa bagi orang sakit keras dan orang tua renta نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ هٰذِهِ الْفِدْيَةَ لإِفْطَارِ صَوْمِ رَمَضَانَ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى “Aku niat mengeluarkan fidyah ini karena berbuka puasa di bulan Ramadhan, fardhu karena Allah.” ● Contoh niat fidyah bagi wanita hamil atau menyusui نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ هٰذِهِ الْفِدْيَةَ عَنْ إِفْطَارِ صَوْمِ رَمَضَانَ لِلْخَوْفِ عَلَى وَلَدِيْ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى “Aku niat mengeluarkan fidyah ini dari tanggungan berbuka puasa Ramadhan karena khawatir keselamatan anaku, fardhu karena Allah.” ● Contoh niat fidyah puasa orang mati dilakukan oleh wali/ahli waris نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ هٰذِهِ الْفِدْيَةَ عَنْ صَوْمِ رَمَضَانِ فُلَانِ بْنِ فُلَانٍ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى “Aku niat mengeluarkan fidyah ini dari tanggungan puasa Ramadhan untuk Fulan bin Fulan disebutkan nama mayitnya, fardhu karena Allah”. ● Contoh niat fidyah karena terlambat mengqadha puasa Ramadhan نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ هٰذِهِ الْفِدْيَةَ عَنْ تَأْخِيْرِ قَضَاءِ صَوْمِ رَمَضَانَ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى “Aku niat mengeluarkan fidyah ini dari tanggungan keterlambatan mengqadha puasa Ramadhan, fardhu karena Allah”. Niat fidyah boleh dilakukan saat menyerahkan kepada fakir/miskin, saat memberikan kepada wakil atau setelah memisahkan beras yang hendak ditunaikan sebagai fidyah. Hal ini sebagaimana ketentuan dalam bab zakat. Waktu Mengeluarkan Fidyah Fidyah puasa untuk orang mati diperbolehkan dilakukan kapan saja, tidak ada ketentuan waktu khusus dalam fiqih turats. Sedangkan fidyah puasa bagi orang sakit keras, tua renta dan ibu hamil/menyusui diperbolehkan dikeluarkan setelah subuh untuk setiap hari puasa, boleh juga setelah terbenamnya matahari di malam harinya, bahkan lebih utama di permulaan malam. Boleh juga diakhirkan di hari berikutnya atau bahkan di luar bulan Ramadhan. Tidak cukup mengeluarkan fidyah sebelum Ramadhan, juga tidak sah sebelum memasuki waktu maghrib untuk setiap hari puasa. Ringkasnya, waktu pelaksanaan fidyah minimal sudah memasuki malam hari terbenamnya matahari untuk setiap hari puasa, boleh juga dilakukan setelah waktu tersebut. Al-Imam Muhammad al-Ramli pernah ditanya perihal tata cara niat fidyah bagi orang tua renta sebagai berikut وما كيفيتها وما كيفية إخراج الفدية هل يتعين إخراج فدية كل يوم فيه أو يجوز إخراج فدية جميع رمضان دفعة سواء كان في أوله أو في وسطه أو لا؟ “Bagaimana cara niat fidyah? Bagaimana cara mengeluarkan fidyah, apakah menjadi keharusan mengeluarkan fidyah setiap hari di dalam hari tersebut? Apakah boleh mengeluarkan fidyah keseluruhan Ramadhan dengan sekaligus, di awal Ramadhan atau tengahnya?”. Beliau menjawab ويتخير في إخراجها بين تأخيرها وبين إخراج فدية كل يوم فيه أو بعد فراغه ولا يجوز تعجيل شيء منها لما فيه من تقديمها على وجوبه لأنه فطرة. Ia orang tua renta diperkenankan memilih antara mengakhirkan penunaian fidyah dan mengeluarkan fidyah di setiap harinya, di dalam hari tersebut atau setelah selesainya hari tersebut. Tidak boleh mempercepat fidyah dari waktu-waktu tersebut, sebab terdapat unsur mendahulukan fidyah dari kewajibannya seseorang, yaitu berbuka puasa” Syekh Muhammad al-Ramli, Fatawa al-Ramli, juz 2, hal. 74. Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani menjelaskan ولا يجوز للهرم والزمن ومسن اشتدت مشقة الصوم علیه وللحامل والمرضع تعجيل المد قبل رمضان بل لا يجوز تعجیل فدية يوم قبل دخول ليلته، كما لا يجوز تعجيل الزكاة لعامين. ويجوز التعجيل بعد فجر كل يوم من رمضان، بل يجوز بعد غروب الشمس في ليلة كل يوم بل يندب في أول ليلة “Tidak boleh bagi orang sangat tua, orang pincang, orang berumur yang mengalami kepayahan berpuasa, ibu hamil dan ibu menyusui, mempercepat penunaian fidyah satu mud sebelum Ramadhan, bahkan tidak boleh mempercepat fidyah untuk hari tertentu sebelum memasuki malamnya, sebagaimana tidak boleh mempercepat penunaian zakat untuk masa dua tahun. Boleh mempercepat fidyah setelah terbitnya fajar pada masing-masing hari dari bulan Ramadhan, bahkan boleh mempercepat fidyah setelah terbenamnya matahari di waktu malam untuk setiap harinya, bahkan sunah ditunaikan di permulaan malam”. Syekh Nawawi al-Bantani, Qut al-Habib al-Gharib, hal. 223. Fidyah dengan Uang Sebagaimana penjelasan di atas, harta yang dikeluarkan untuk fidyah disyaratkan berupa makanan pokok daerah setempat. Tidak cukup menggunakan harta jenis lain yang bukan merupakan makanan pokok, semisal uang, daging, tempe, dan lain-lain. Ini adalah pendapat mayorits ulama mazhab empat, yaitu Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah. Pendapat ini berargumen dengan nash syariat yang secara tegas memerintahkan untuk memberi makanan pokok kepada fakir/miskin, bukan memberi jenis lain Syekh Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqih al-Islami wa Adillatuhu, juz 9, hal. 7156. Sedangkan menurut Hanafiyah, fidyah boleh ditunaikan dalam bentuk qimah nominal yang setara dengan makanan yang dijelaskan dalam nash Al-Qur’an atau hadits, misalnya ditunaikan dalam bentuk uang. Ulama Hanafiyyah cenderung lebih longgar memahami teks-teks dalil agama yang mewajibkan pemberian makan kepada fakir miskin. Menurutnya, maksud pemberian makanan untuk fakir miskin adalah memenuhi kebutuhan mereka, dan tujuan tersebut bisa tercapai dengan membayar qimah nominal harta yang sebanding dengan makanan. Syekh Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqih al-Islami wa Adillatuhu, juz 9, hal. 7156. Konsep jenis makanan pokok yang dinominalkan versi Hanafiyyah terbatas pada jenis-jenis makanan yang tercantum secara eksplisit dalam hadits Nabi, yaitu kurma, al-burr gandum/tepungnya, anggur, dan al-sya’ir jerawut. Hanafiyyah tidak memakai standar makanan pokok sesuai daerah masing-masing. Adapun kadarnya adalah satu sha’ untuk jenis kurma, jerawut, dan anggur menurut sebagian pendapat, kadarnya anggur adalah setengah sha’. Sedangkan gandum atau tepungnya adalah setengah sha’ untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan. Ringkasnya, ketentuan kadar, jenis dan kebolehan menunaikan qimah dalam fidyah menurut perspektif Hanafiyah sama dengan ketentuan dalam bab zakat fitrah Syekh Ahmad bin Muhammad al-Thahthawi al-Hanafi, Hasyiyah ala Maraqil Falah, hal. 688. Ukuran satu sha’ menurut Hanafiyyah menurut hitungan versi Syekh Ali Jum’ah dan Muhammad Hasan adalah 3,25 kg, berarti setengah sha’ adalah 1,625 kg. Sedangkan menurut hitungan versi Syekh Wahbah al-Zuhaili dalam al-Fiqih al-Islami adalah 3,8 kg, berarti setengah sha’ adalah 1,9 kg. Dengan demikian, cara menunaikan fidyah dengan uang versi Hanafiyyah adalah nominal uang yang sebanding dengan harga kurma, anggur atau jerawut, seberat satu sha’ 3,8 kg atau 3,25 kg untuk per hari puasa yang ditinggalkan, selebihnya berlaku kelipatan puasa yang ditinggalkan. Bisa juga memakai nominal gandum atau tepungnya seberat setengah sha’ 1,9 kg atau 1,625 kg untuk per hari puasa yang ditinggalkan, selebihnya berlaku kelipatan puasa yang ditinggalkan. Demikianlah mengenai panduan membayar fidyah puasa. Semoga bermanfaat. Ustadz M. Mubasysyarum Bih, Dewan Pembina Pondok Pesantren Raudlatul Quran, Geyongan, Arjawinangun, Cirebon, Jawa Barat. BerandaInfo Al-BahjahTABEL QODHO & FIDYAH PUASA OLEH BUYA YAHYA ?Bulan Ramadhan yang mulia segera tiba. Apakah sahabat memiliki hutang puasa yang belum di qodho? Atau apakah sahabat juga wajib membayar fidyah? Yuk cek di tabel qodho dan fidyah berikut ini. ?️ Untuk penjelasan selengkapnya bisa download pdf Fiqih Praktis Puasa di link berikut. FIQIH PRAKTIS PUASA 1442 H Mari Sambut Bulan Nan suci dengan amalan yang lebih baik lagi Pos Terkait Diagram Mahram Secara Nasab – Buya Yahya Mahram Secara Nasab Mahram karena nasab ada lima, yaitu 1. Asal usul kita orang tua kandung kita sampai Nabi Adam atau sampai siti Hawa. 2. Keturunan kita sampai hari kiamat 3. Saudara kita baik seayah-ibu, seayah saja atau seibu saja 4. Saudara ayah dn ibu paman atau bibi dari ayah atau ibu 5. Anak saudara … 9 Hal Yang Membatalkan Puasa – Fikih Praktis Buya Yahya 9 Hal yang Membatalkan Puasa Dikutip dari Fiqih Praktis Buya Yahya 1. Memasukan Sesuatu Ke Dalam Salah Satu Lima Lubang, Yaitu a. Mulut Hukum memasukkan sesuatu ke lubang mulut adalah membatalkan puasa. Untuk memudahkan pemahaman kita, harus kita rinci hukum memasukkan sesuatu ke lubang mulut. Ada empat hukum dalam memasukan sesuatu ke lubang mulut, … Doa Menyambut Bulan Rajab, Sya’ban dan Ramadhan Alhamdulillah malam ini kita memasuki bulan mulia, bulan Rajab. Mari perbanyak amal dibulan mulia ini, sala satunya memperbanyak doa berikut ini. “Ya Allah, berkahilah umur kami di bulan Rajab dan Syaban serta pertemukanlah kami sampai bulan Ramadan” Aamiin Semoga bermanfaat Yuk ikut sebarkan Ilmu kebaikan. Rasulullah SAW bersabda yang artinya “Barangsiapa yang menunjukkan suatu kebaikan … DIBUKA PELUANG BERJUANG Di Al-Bahjah Menjadi Muroqib/ah Pendamping Santri Lembaga Pendidikan Non Formal Tafaqquh Al-Bahjah membuka kesempatan bisa Mondok, Belajar, dan Berjuang di Al-Bahjah dibawah naungan Buya Yahya. PROGRAM KADERISASI PEMBIMBING SANTRI MUROQIB/AH HANYA DENGAN MONDOK SELAMA 6 BULAN. DENGAN TARGET MENGUASAI MATERI a. Al-Qur’an Metode Tashili b. Aqidah 50 c. Manhajiyah Al-Bahjah d. Fiqih Praktis e. Akhlaq f. Bahasa Arab Praktis g. Ilmu … SAKSIKAN TAUSIYAH GLOBAL “Membangun Ekosistem Kebaikan bersama Buya Yahya” Ahad, 26 Jumadil Awwal 1442 H / 10 Januari 2021 M Pukul – WIB Pendaftaran – GRATIS UNTUK UMUM Join Zoom Meeting KLIK DISINI Meeting ID 890 5088 8812 Passcode 316893 LIVE STREAMING – – Disiarkan Oleh Satelit Al-Bahjah TV Radioqu FM Cirebon Radioqu FM … Bagi Anda yang tahun Ramadhan lalu berhalangan melaksanakan puasa, sehingga perlu mengqodho / membayar fidyah. Berikut tabel lebih jelasnya siapa saja orang yang wajib mengqodho / membayar fidyah ketika meninggalkan puasa Ramadhan dari 9 orang yang boleh meninggalkan puasa. Sehingga dapat dibayarkan di bulan Syaban sebelum memasuki Anak kecil Anak kecil jika sudah baligh maka ia tidak wajib mengqodho dan tidak wajib membayar fidyah atas puasa yang ditinggalkannya. 2. Orang Gila a. Gila yang disengaja wajib meng-qodho’ saja dan tidak wajib mem-bayar fidyah. b. Gila yang tidak disengaja tidak wajib mengqodho dan tidak wajib membayar fidyah 3. Orang Sakit a. Sakit yang masih ada harapan sembuh wajib mengqodho’ jika sembuh dan tidak wajib membayar fidyah. b. Sakit yang menurut keterangan dokter sudah tidak ada harapan sembuh maka ia tidak wajib meng-qodho’ akan tetapi hanya wajib membayar fidyah setiap hari yang ia tinggalkan dengan 1 mud atu 6,7 ons diberikan kepada fakir miskin dengan makanan Seperti beras. 4. Orang Tua Orang tua disamakan dengan orang sakit yang tidak diharapkan kesem-buhannya. Karena orang tua tidak akan kembali muda. Maka baginya tidak wajib mengqodho’ dan hanya wajib membayar fidyah 1 mud atau 6,7 ons diberikan kepada fakir miskin. 5. Orang Musafir Orang yang bepergian hanya wajib mengqodho saja dan tidak wajib mem-bayar fidyah. 6 dan 7. Wanita Hamil dan Menyusui Wanita hamil dan menyusui ada tiga macam a. Wajib mengqodho’ saja jika dia khawatir akan dirinya sendiri b. Wajib mengqodho’ saja jika dia khawatir akan dirinya sendiri sekaligus khawatir keadaan anak-nya c. Wajib mengqodho’ dan membayar fidyah jika dia khawatir akan keselamatan bayinya dan tidak khawatir akan dirinya sendiri. 8. Wanita Haid Wanita haid hanya wajib mengqodho dan tidak wajib membayar fidyah. 9. Wanita Nifas Wanita Nifas hanya wajib mengqodho dan tidak wajib membayar fidyah Dikutip dari Buku “Fiqih Praktis Puasa” Oleh BUYA YAHYA Pengasuh LPD Al-Bahjah Berikut kami buatkan ringkasan qadha dan fidyah Ramadhan. Orang yang boleh meninggalkan puasa Qadha Fidyah Sakit yang ada harapan sembuh √ X Sakit yang tidak ada harapan sembuh X √ Lansia yang tidak kuat lagi puasa X √ Musafir karena safar yang mubah ketika fajar Shubuh sudah meninggalkan batas kota √ X Wanita hamil dan menyusui A. Jika khawatir akan dirinya sendiri √ X B. Jika khawatir akan dirinya dan bayinya √ X C. Jika khawatir akan bayinya saja √ √ Pelanggaran Berat Hukuman Karena jimak/ bersetubuh di siang hari Ramadhan 1. Berdosa 2. Puasanya batal 3. Qadha’ puasa 4. Bayar kafarat besar 5. Wajib imsak menahan diri dari pembatal hingga tenggelam matahari 6. Kena hukuman ta’zir dari penguasa Referensi tabel di atas Al-Imta’ bi Syarh Matan Abi Syuja’ fi Al-Fiqh Asy-Syafii. Cetakan pertama, Tahun 1432 H. Syaikh Hisyam Al-Kaamil Hamid. Penerbit Darul Manar. Nail Ar-Raja’ bi Syarh Safinah. Cetakan pertama, Tahun 1439 H. As-Sayyid Ahmad bin Umar Asy-Syathiri. Penerbit Dar Al-Minhaj. *Fidyah itu memberi makan kepada orang miskin, setiap harinya satu mud 6 ons beras. Baca juga Cara Bayar Fidyah Dalil pendukung Dalil tentang pensyariatan qadha dan fidyah adalah firman Allah Ta’ala, فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ “Yaitu dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan lalu ia berbuka, maka wajiblah baginya berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya jika mereka tidak berpuasa membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” QS. Al-Baqarah 184. Baca juga Dalil pendukung qadha’ puasa Fidyah kemudian berlaku untuk yang tidak bisa berpuasa secara permanen berdasarkan riwayat Ibnu Abbas. Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma mengatakan, هُوَ الشَّيْخُ الْكَبِيرُ وَالْمَرْأَةُ الْكَبِيرَةُ لاَ يَسْتَطِيعَانِ أَنْ يَصُومَا ، فَلْيُطْعِمَانِ مَكَانَ كُلِّ يَوْمٍ مِسْكِينًا “Yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah untuk orang yang sudah sangat tua dan nenek tua, yang tidak mampu menjalankannya, maka hendaklah mereka memberi makan setiap hari kepada orang miskin.” HR. Bukhari, no. 4505. Sedangkan yang masih kuat puasa, tetap diwajibkan berpuasa berdasarkan ayat, شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ “Beberapa hari yang ditentukan itu ialah bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan permulaan Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda antara yang hak dan yang bathil. Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir di negeri tempat tinggalnya di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan lalu ia berbuka, maka wajiblah baginya berpuasa, sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” QS. Al-Baqarah 185. Baca juga Keringanan Tidak Puasa untuk Orang Sakit Hingga Qadha’ Adapun wanita hamil dan menyusui diharuskan qadha’ karena dimisalkan dengan orang sakit. Dalil bahwa Wanita Hamil dan Menyusui Tetap Ada Qadha’ Puasa Wanita Hamil dan Menyusui – Ahad sore, 1 Ramadhan 1443 H, 3 April 2022 Muhammad Abduh Tuasikal Artikel

tabel qodho dan fidyah