cerita rakyat bugis tulisan lontara
Penggunaanaksara Lontara yang paling fenomenal ada pada karya Sureg Galigo, sebuah karya epos terpanjang di dunia. Aksara Lontara terdiri atas 23 huruf konsonan dan 6 huruf vokal mandiri. Aksara ini sebenarnya memiliki sistem penulisan angka, tapi masyarakat banyak yang tidak mengetahuinya karena informasi dan data yang tersedia sangat minim.
Lontaraqsebagai tulisan Kata lontaraq berasal dari Bahasa Bugis/Makassar yang berarti daun lontar. Kenapa disebuat sebagai lontaraq ? karena pada awalnya tulisan tersebut di tuliskan diatas daun lontar. Daun lontar ini kira-kira memiliki lebar 1 cm sedangkan panjangnya tergantung dari cerita yang dituliskan.
AksaraLontara, juga dikenal sebagai aksara Bugis, aksara Bugis-Makassar, atau aksara Lontara Baru adalah salah satu aksara tradisional Indonesia yang berkembang di Sulawesi Selatan. Aksara ini terutama digunakan untuk menulis bahasa Bugis dan Makassar, tetapi dalam pekembangannya juga digunakan di wilayah lain yang mendapat pengaruh Bugis
Sebuahepos mengenai mitologi Bugis yang ditulis di atas daun lontar pada abad ke 15. Karya sastra ini terpanjang di dunia. La Galigo merupakan cerita perjodohan anak-anak La Sattumpungi dan Batara Lattu yang masih bersaudara. Hasil perjodohan tersebut membuahkan keturunan yang salah satunya bernama La Galigo. Aksara Lontara atau dikenal juga sebagai Lontaraq merupakan bagian tak terpisahkan dari kebudayaan Bugis.
Sedangkanuntuk berkomunikasi secara tertulis Suku Bugis menggunakan aksara bernama Lontara. Menurut penjelasan di Jurnal Al - Ulum Volume 12, No. 1, Tahun 2012, aksara ini merupakan manuskrip yang ditulis dengan alat tajam di atas daun lontar. Kemudian ditambah cairan hitam pada bekas goresannya. Baca Juga
Site De Rencontre Pour Hommes D Affaires. Seni & Budaya ardyansyar Aksara Lontara, Warisan Literasi Suku Bugis Di Sulawesi Selatan 21/08/2019Masyarakat suku Bugis memiliki tradisi sastra yang kuat. Bahkan sebuah karya sastra Bugis diakui sebagai memori dunia oleh UNESCO, yaitu naskah yang berjudul I La Galigo, sebuah epos mitologi Bugis. Naskah ini merupakan karya sastra terpanjang di dunia, bahkan lebih panjang dari epos Mahabrata dari India. Pada tahun 2012, La Galigo dianugerahi sertifikat Memory of The World MOW dari United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization UNESCO. Naskah asli La Galigo ditulis dengan aksara Lontara kuno Bugis dalam bahasa Bugis asli Galigo. Konon bahasa Galigo saat ini hanya dipahami oleh kurang dari 100 orang. Lontara adalah aksara tradisional masyarakat Bugis-Makassar. Menurut cerita, konon aksara lontara dibuat oleh Daeng Pamette, seorang "sabannara" syahbandar sekaligus "tumailalang" menteri urusan istana dalam dan luar negeri kerajaan atas perintah raja Gowa ke IX, Karaeng Tumapakrisi Kallonna. Lontara sendiri berasal dari kata lontar yang merupakan salah satu jenis tumbuhan yang ada di Sulawesi Selatan. writingtradition Gulungan naskah lontar Menurut Profesor Mattulada, seorang antropolog Universitas Hasanuddin asal Bulukumba, Sulawesi Selatan, bentuk dasar aksara Lontara berasal dari bentuk filosofis sulapa' appa' walasuji, yaitu berbentuk belah ketupat. Sulapa' appa' empat sisi adalah bentuk mistis kepercayaan Bugis-Makassar klasik yang menyimbolkan unsur pembentukan manusia, yaitu api pepe' – air je'ne – angin anging – tanah butta. Sedangkan walasuji berarti sejenis pagar bambu yang biasa digunakan pada acara ritual. Aksara Lontara secara tradisional ditulis dari kiri ke kanan, tanpa spasi scriptio continua dan zig-zag atau tidak beraturan boustrophedon di akhir halaman jika penulis kehabisan ruang untuk menulis. Aksara ini terdiri dari 23 huruf untuk Lontara Bugis dan 19 huruf untuk Lontara Makassar. Selain itu, perbedaan Lontara Bugis dengan Lontara Makassar yaitu pada Lontara Bugis dikenal huruf ngka', mpa' , nca', dan nra' sedangkan pada Lontara Makassar huruf tersebut tidak ada. Aksara Lontara tak memiliki tanda baca virama/pemati vokal sehingga aksara konsonan mati tidak ditulis. Hal ini dapat menimbulkan kerancuan bagi orang yang tak terbiasa dan tidak mengerti. onenusantara Tulisan tradisional Bugis pada gulungan daun lontar Misalnya kata "Mandar" hanya ditulis mdr, dan tulisan sr dapat dibaca sarang, sara', atau sara tergantung konteks kalimat. Kekurangan ini dimanfaatkan dalam permainan tradisional Basa to bakke dan Elong Maliung bettuanna yang mana permainan ini menggunakan kata-kata yang bermakna berbeda dengan ejaan yang sama untuk dimanipulasi dan dicari makna tersembunyinya. Karena tulisan Bugis tradisional tidak mempunyai tanda konsonan, maka amat sukar membacanya kalau tidak melihat kepada kalimat keseluruhannya. Apabila membaca satu perkataan saja boleh mengelirukan karena ia boleh dibunyikan dengan pelbagai bunyi. Namun banyak sarjana Bahasa Bugis sudah mencipta tanda konsonan untuk mengatasi kelemahan tulisan ini supaya pembaca mampu memahami semua perkataan Bugis tanpa perlu melihat kepada keseluruhan kalimat. Ada berbagai tanda yang digunakan, misalnya ada yang menggunakan tanda bulat di atas huruf dan ada juga apostropi di depan huruf dan sebagainya. Referensi Video tentang Aksara Lontara, Warisan Literasi Suku Bugis Di Sulawesi Selatan
Majalah Nabawi – Lain padang lain belalangnya, lain lubuk lain ikannya. Ini satu peribahasa yang menunjukkan bahwa setiap negara mempunyai ciri khas yang berbeda-beda tak terkecuali di Indonesia. Bangsa Indonesia kaya akan keragaman suku, agama, dan bahasa. Hal tersebut memungkinkan adanya penelitian di bidang cerita rakyat. Pengetahuan dan penelitian cerita rakyat sangat cocok untuk inventarisasi, dokumentasi, dan referensi. Dalam pencarian jati diri bangsa Indonesia, sangat penting untuk menelusuri keberadaan cerita rakyat sebagai bagian dari budaya dan TradisiBudaya adalah entitas kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat istiadat, dan semua keterampilan serta kebiasaan lain yang ada pada setiap orang sebagai anggota masyarakat. Ia merupakan bentuk buatan manusia yang sekurang-kurangnya memiliki tiga wujud, yaitu 1 wujud kebudayaan sebagai seperangkat gagasan, nilai, norma dan peraturan. 2 Wujud kebudayaan sebagai aktivitas masyarakat yang terstruktur. Dan 3 wujud budaya sebagai objek ciptaan manusia. Jelas Koentjaraningrat dalam Mattulada, 19971. Tradisi adalah kebiasaan yang diwariskan secara turun-temurun dari suatu kelompok masyarakat berdasarkan nilai-nilai budaya individu yang bersangkutan. Tradisi anggota masyarakat berperilaku baik dalam hal sekuler dan okultisme dan agama Esten, 199921.Mengenal Suku BugisSuku Bugis, adalah salah satu suku terbesar di Sulawesi Selatan yang memiliki nilai budaya tersendiri. Salah satu kekayaan budaya Bugis adalah cerita rakyat. Dalam masyarakat Bugis, cerita rakyat biasanya turun dari generasi ke generasi melalui mulut ke mulut. Jenis tuturan lisan ini sering kita sebut sebagai sastra lisan. Namun, penulis menggunakan kata cerita rakyat karena merupakan bidang kajian yang lebih luas dan mencakup sastra Bugis adalah suku yang termasuk dalam suku Melayu Deutero. Suku ini datang ke Nusantara setelah gelombang migrasi pertama dari daratan Asia, lebih khusus dari Tengah Selatan. Kata “Bugis” berasal dari To Ugi yang berarti “Orang Bugis”. Nama “Ugi” mengacu pada raja pertama Kerajaan Cina di Pammana, sekarang Kabupaten Wajo, yaitu La Sattumpag. Ketika orang-orang La Sattumpag menamai diri mereka sendiri, mereka mengacu pada raja. Mereka menyebut dirinya Ugi atau orang atau pengikut The Bugis adalah penduduk asli Sulawesi Selatan. Masyarakat Bugis ini tersebar di Kabupaten Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Sidrap, Pinrang, Sinjai, dan Barru. Selain etnis Melayu dan Minangkabau yang bermigrasi ke Sulawesi dari Sumatera sejak abad ke-15 sebagai administrator dan pedagang di Kerajaan Gowa juga tergolong Bugis. Menurut sensus tahun 2000, penduduk Bugis berjumlah 6 juta jiwa. Kini suku Bugis juga telah menyebar ke provinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Papua, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan bahkan sampai ke luar negeri. Suku Bugis adalah salah satu suku yang mengamalkan ajaran Islam dengan penuh bisa berbentuk lisan atau tulisan. Pada zaman dahulu, Suku Bugis menggunakan dua cara komunikasi tersebut. Secara lisan mereka berkomunikasi menggunakan bahasa Bugis, sedangkan secara tulisan mereka memiliki aksara sendiri yang bernama Lontara. Menurut penjelasan di Jurnal Al – Ulum Volume 12, No. 1, Tahun 2012, aksara ini merupakan manuskrip yang ditulis dengan alat tajam di atas daun lontar. Kemudian ditambah cairan hitam pada bekas goresannya. Namun hingga saat ini, belum ada kejelasan mengenai awal mula munculnya aksara ini. Namun aksara Lontara muncul di beberapa naskah kuno masyarakat Bugis. Jurnal tersebut juga menjelaskan beberapa naskah kuno yang menjadi bagian dari kebudayaan pos
Aksara Lontara Suku Bugis - Tulisan Dan Huruf Bugis. Kebudayaan diciptakan karena adanya kebutuhan needs manusia untuk mengatasi berbagai problem yang ada dalam kehidupan mereka. Melalui suatu proses berfikir yang diekspresikan kedalam berbagai wujud. Salah satu wujud kebudayaan manusia adalah TULISAN. Seperti halnya dengan wujud-wujud kebudayaan lainnya. Penciptaan tulisan pun diciptakan karena adanya kebutuhan manusia untuk mengabdikan hasil-hasil pemikiran mereka. Menurut Coulmas, pada awalnya tulisan diciptakan untuk mencatatkan firman-firman tuhan, karena itu tulisan disakralkan dan dirahasiakan. Namun dalam perjalanan waktu dengan berbagai kompleksitas kehidupan yang dihadapi oleh manusia, maka pemikiran manusia pun mengalami perkembangan demikian pula dengan tulisan yang dijadikan salah Satu jalan keluar untuk memecahkan problem manusia secara umumnya. Seperti yang dikatakan oleh Coulmas “a king of social problem solving, and any writing system as the comman solution of a number of related problem” 198915 Alat Untuk Pengingat Memperluas jarak komunikasi Sarana Untuk memindahkan Pesan Untuk Masa Yang akan datang Sebagai Sistem Sosial Kontrol Sebagai Media Interaksi Sebagai Fungsi estetik Begitu pula yang terjadi pada kebudayaan di Indonesia. Ada beberapa suku bangsa yang memiliki huruf antara lain. Budaya Jawa, Budaya Sunda, Budaya Bali, Budaya Batak, Budaya Rejang, Budaya Melayu, Budaya Bugis Dan Budaya Makassar. Disulawesi selatan ada tiga betuk macam huruf yang pernah dipakai secara bersamaan. Huruf Lontaraq Huruf Jangang-Jangang Huruf Serang Sementara bila ditempatkan dalam kebudayaan bugis, Lontaraq mempunyai dua pengertian yang terkandung didalamnya Lontaraq sebagai sejarah dan ilmu pengetahuan Lontaraq sebagai tulisan Kata lontaraq berasal dari Bahasa Bugis/Makassar yang berarti daun lontar. Kenapa disebuat sebagai lontaraq ? karena pada awalnya tulisan tersebut di tuliskan diatas daun lontar. Daun lontar ini kira-kira memiliki lebar 1 cm sedangkan panjangnya tergantung dari cerita yang dituliskan. Tiap-tiap daun lontar disambungkan dengan memakai benang lalu digulung pada jepitan kayu, yang bentuknya mirip gulungan pita kaset. Cara membacanya dari kiri kekanan. Aksara lontara biasa juga disebut dengan aksara sulapaq eppaq. Karakter huruf bugis ini diambil dari Aksara Pallawa Rekonstruksi aksara dunia yang dibuat oleh Kridalaksana Memang terdapat bebrapa varian bantuk huruf bugis di sulawesi selatan, tetapi itu tidaklah berarti bahwa esensi dasar dari huruf bugis ini hilang, dan itu biasa dalam setiap aksara didunia ini. Hanya ada perubahan dan penambahan sedikit yang sama sekali tidak menyimpang dari bentuk dasar dari aksara tersebut. Varian itu disebabkan antara lain Penyesuaian antara bahasa dan bunyian yang diwakilinya. Penyesuaian antara bentuk huruf dan sarana yang digunakan Demikianlah tentang Aksara Lontara Suku Bugis - Tulisan Dan Huruf Bugis sumber artikel portalbugis wordpress com
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Menurut Wikipedia Lontara ialah aksara asli masyarakat bugis-makassar. Jadi bukan asimilasiapalagi pengaruh budaya lain, termasuk india. bentuk aksara lontara menurut budayawan Prof Mattulada alm berasal dari "sulapa eppa wala suji". Wala suji berasal dari kata wala = pemisah/pagar/penjaga dan suji = putri. Wala Suji adalah sejenis pagar bambu dalam acara ritual yang berbentuk belah ketupat. Sulapa eppa empat sisi adalah bentuk mistis kepercayaan Bugis-Makassar klasik yang menyimbolkan susunan semesta, api-air-angin-tanah. Dari segi aspek budaya, suku bugis menggunakan dialek tersendiri dikenal dengan "Bahasa Ugi" dan mempunyai tulisan huruf bugis yang dipanggil "Aksara Lontara Bugis". Akasara ini telah ada sejak abad ke-12 sejak melebarnya pengaruh Hindu di bugis berjumlah 23 huruf yang semuanya disusun berdasarkan aturan tersendiri. Font Aksara Lontara Bugis dapat di download DISINI Perbedaan utama Antara "Aksara Lontara Bugis" dengan Akasara Nusantara lainnya yaitu walaupun pada Aksara Lontara Bugis ada beberapa hurup yang namanya sama dengan aksara nusantara lainnya, tetapi bukan hasil asimilasi dari budaya lain seperti India dan Arab dan yang kedua Aksara Lontara Bugis tidak mengenal hurup atau lambang untuk mematikan hurup misalnya "ka" menjadi "k". sehingga cukup membingungkan bagaimana menuliskan huruf mati. Oleh karena itu untuk menambah wawasan kamiyang bukan orang Bugis dan ingin mengetahui kebudayaan Bugis terutama dari Tulisannya, saya minta dengan sangat untuk menjelaskan bagaimana mematikan ruruf Bentuk dan cara pengetikan Aksara Lontara Bugis seperti tabel berikut Contoh pemakaian dengan mengabaikan hurup mati menunggu koreksi dari yang mengerti tentang Aksara Lontara Bugis, dan contoh ini akan segera diedit setelah ada koreksi dari yang lebih mengetahuinya Saat ini akhir tahun 2009 di alam Kompasiana pernah berdiri kerajaan yang bernama negeri ngocoleria. Negeri ngocoleria ini dipimpin oleh seorang Raja yang adil dan bijaksana bernama Baginda ANDY SYOEKRY AMAL dengan permaisuri yang bernama Nyi Mas Ratu Kencana Inge. Baginda Raja memiliki dua orang selir yaitu Nyi Mas Rina Sulistiyoningsih dan Nyi Mas Siska Nanda. Kedua selir ini diincar oleh Menteri pertahanan ngocol yang bernama Adipati Aria Ibeng Suribeng. Untuk menjaga stabilitas negara dan stabilitas rumah tangga, sengaja Baginda Raja menikahkan putri satu-satunya yang bernama Nyi Mas kencana Wulung Nopey kepada Menteri Pertahanan Ngocol Adipati Aria Ibeng Suribeng. Semoga prasasti ini menjadi bahan pelajaran pada anak cucu jangan terlalu percaya pada menterinya cara penulisan sat aini ahir thun 2009 di alm kompsian eprnh ebrdiri kaerjan yG baernm naegaeri Gocoelria. naegaeri Gocoelria aini dipimpin aoelh saeaorG rj yG adil dn bijaksn baernm bgind andi sukri aml daeGn paermaesuri yG naenm Ni ms rtu kaeCn aiGae. bgind rj maemiliki dua aorG saelir yaitu Ni ms rin sulistiyonGsih dn Ni ms sisk nnd. kaedua saelira aini diaincr aoelh maentri paerthnn Gocol yG baenm adipti aria aiebG suriebG. auntuk maenjg stbilits naegr dn stbilits rumh tGg, saeGj bgind rj maenikhkn putri stu-stuN yG baernm Ni ms kaencn wuluG noepy kaepd maentaeri paerthnn gocol adipti aria aiebG suriebG. saemog prssti aini maenjdi bhn paeljrn pd ank cucu jGn tarllu paercy pd maentaeriN Hasilnya Tulisan Terkait Aksara Ngalagena Aksara Hanacaraka Aksara Bali Aksara Kagana Aksara Rencong Aksara Batak Lihat Pendidikan Selengkapnya
Penggunaan sumber dalam belajar sejarah menjadi sangat penting karena sejarah merekonstruksi peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lalu. Untuk merekonstruksi kembali peristiwa-peristiwa masa lampau menjadi suatu kisah diperlukan adanya sumber sejarah, bukti, serta fakta-fakta sejarah. Informasi yang diperoleh dari data atau sumber sejarah adalah keterangan sekitar apa yang terjadi, siapa pelakunya, di mana peristiwa itu terjadi dan kapan peristiwa itu sumber sejarah dapat diperoleh informasi yang menjelaskan tentang terjadinya suatu peristiwa tertentu. Seluruh keterangan inilah yang dijadikan dasar untuk merekonstruksi peristiwa masa lalu menjadi sebuah karya sejarah. Oleh karena itu karya sejarah merupakan sebuah karya nonfiksi, tanpa adanya sumber maka tidak ada sejarah, sebuah kisah yang ditulis tanpa fakta sejarah atau sumber yang jelas maka itu disebut karya sejarah adalah segala sesuatu yang berwujud dan tidak berwujud serta berguna bagi penelitian sejarah, baik itu berupa sumber lisan, berupa benda atau artefak peninggalannya, serta sumber tertulis yang biasa kita kenal sebagai kronik atau juga Seperti Inilah Metode dalam Penelitian dan Penulisan SejarahManuskrip adalah sebuah tulisan tangan yang telah ditulis oleh orang terdahulu yang masih ada sampai saat ini. Di Indonesia ada banyak sekali manuskrip-manuskrip kuno yang dijadikan sumber dalam penulisan sejarah. Terkhusus di Sulawesi Selatan, manuskrip kuno itu banyak ditemukan dan dipergunakan sebagai sumber sejarah primer, manuskrip itu disebut dengan nama Lontara’.Dalam tulisan Prof. Mr. DR. Andi Zainal Abidin yang berjudul “Notes on the Lontara’ as Historical Sources,” dimuat dalam majalah Indonesia, No. 12 Oktober, 1971, Cornell Modern Indonesia Project, Ithaca, New York, dijelaskan macam-macam Lontara’ yang di kenal khususnya masyarakat Bugis-Makassar serta Mandar yang mengandung berbagai bidang ilmu pengetahuan kuno seperti sejarah termasuk sejarah hukum adat, filsafat dan pandangan hidup, pertanian, kebudayaan, obat-obatan, hukum adat termasuk peradilan, dan lontara’ karena manuskrip ini ditulis menggunakan aksara Lontara’, dinamakan aksara lontara’ karena dahulu sebelum adanya kertas hanya dituliskan di atas daun Lontar dalam bahasa Bugis disebut lontara’, sejenis palem.Lontara’. Foto lontara’ kadang juga disebut dengan istilah sure’ atau dalam bahasa Indonesia disebut surat, suatu istilah yang lebih tua dari pada lontara’. Pada umumnya semua lontara’ atau sure’ tidak mencantumkan nama penulisnya. Tidak juga dijelaskan apa maksud penulisan tersebut yang lazim terdapat pada kalimat-kalimat pertama lontara’-lontara’ lain di Sulawesi juga 8 Kitab Kuno di Nusantara yang Sering Dijadikan Sumber Penulisan SejarahTidak dicantumkannya nama penyusun atau penulisnya karena kemungkinan penulis tidak mau mencari popularitas. Penulis atau penyusun lontara’ hanya sering diketahui berdasarkan keterangan ahli lontara’. Namun sayangnya ada kelemahan dalam penggunaan lontara’ ini sebaga sumber sejarah dikarenakan tidak adanya penulisan angka tanggal/tahun yang tertera pada kronik lontara’, baik itu tanggal penulisan maupun tanggal peristiwa yang dituliskan di dalamnya. Adapun beberapa jenis-jenis lontara’ yang dipergunakan oleh masyarakat di Sulawesi Selatan sebagai berikut1. Lontara’ Attoriolong Bugis, Pattoriolong Makassar. Merupakan kronik orang dahulu yang mengandung fakta sejarah atau catatan mengenai suatu peristiwa penting di masa lalu. Hampir setiap kerajaan-kerajaan yang ada di Sulawesi Selatan memiliki Lontara’ Attoriolong masing-masing, keberadaan Lontara’ Attoriolong di era sekarang sangat membantu para peneliti sejarah untuk menuliskan sejarah di Sulawesi Lontara’ Bilang Lontara ini menjelaskan tentang nama-nama hari dan hari-hari yang dianggap baik menurut kepercayaan kuno masyarakat Sulawesi Lontara’ Ade’ Lontara’ ini merupakan kronik adat kebiasaan, contoh lontara jenis ini di daerah yang berbahasa Bugis disebut lontara’ Latoa, sementara di daerah yang berbahasa Makassar disebut Lontara’ Ulu Ada Bugis, Ulu Kanaya Makassar Lontara’ ini merupakan rumus perjanjian antara kerajaan di Sulawesi Selatan maupun perjanjian dengan negara Lontara’ Allopi-loping Lontara’ ini berisi himpunan hukum adat pelayaran, salah satu yang cukup populer yaitu lontara’ Allopi-loping yang ditulis oleh Lontara’ Pangnguriseng Lontara ini berisi tentang silsilah raja-raja atau para bangsawan di Sulawesi Lontara’ Kotika Berbeda dengan lontara’ Bilang yang menjelaskan tentang nama-nama hari dan hari-hari yang dianggap baik, lontara’ Kotika ini hanya menjelaskan waktu-waktu baik dan buruk dalam sehari selama satu pekan.
cerita rakyat bugis tulisan lontara